Kuliah umum
merupakan suatu hal yang cukup menarik untuk saya karena hal
tersebut adalah saat dimana perkuliahan yang biasa dilakukan di kelas menjadi sebuah nuansa baru yang cukup membangkitkan semangat lebih untuk belajar. Selain itu faktor dari dosen tamu atau pembicara tentu saja turut andil di
dalamnya. Rabu, 23
Nopember 2011, matakuliah Humanistic
Studies mengundang seorang dosen tamu yang cukup tersohor baik melalui
karya maupun pemikiran dan kehidupannya. Seorang wanita bergelar M.Hum yang
sangat ahli dalam ilmu filsafat dan juga tersohor atas lagu yang dibawakannya
yang berjudul “Lembayung Bali” yang kini menjadi dosen di Universitas
Indonesia, ia adalah Saras Dewi Dhamantra, M.Hum.
Pada saat itu, beliau membahas topik
“Filsafat dan Agama”. Beliau memaparkan sedikit terminologi tentang filsafat,
menjelaskan apa itu yang dimaksud dengan agama, mengapa manusia butuh beragama,
mengenai agama dan kebenarannya, korelasi antara agama dan filsafat, dan juga
membahas tokoh-tokoh dunia yang memberontak terhadap filsafat. Tidak terlalu
banyak materi yang dapat saya terima dengan baik karena banyak penyampaian
materi menggunakan bahasa yang sulit saya pahami, namun bukanlah suatu masalah
bagi saya karena hal terpenting adalah saya dapat mempelajari seuatu yang baru
dan berbagi kepada orang lain.
Hal pertama yang saya pelajari saat
itu adalah terminologi kata “filsafat,” kata tersebut beraal dari kata
“filosofia” yang berati “bertanya,” lalu seorang ahli filosofi disebut sebagai
“filsuf” atau “filosof” dan tugas para filsuf adalah “bertanya.” Mereka harus
terus bertanya secara radikal mengenai sesuatu hal agar ilmu pengetahuan terus
berkembang dan tidak stagnant. Ketika saya mendengar kata filsafat, entah
mengapa saya langsung berfikir megenai orang-orang yang tak memeluk agama atau
sering disebut “atheis” (a=tidak, theis=memeluk agama) namun ternyata beliau
menjelaskan bahwa tidak semua filsuf adalah atheis, karena sebagian dari para
filsuf merupakan “theis.” Satu hal yang cukup mengejutkan saya adalah ketika
seorang teman bertanya mengenai keyakinan dari Saras Dewi, ternyata agama
beliau adalah Hindu, tetapi beliau berkeyakinan terhadap Islam, sungguh
terkejut dan ingin sekali mendengarkan kisah hidupnya, namun beliau memiliki
tanggung jawab untuk mengajar kami, sehingga pembicaraan mengenai agama dan
keyakinan dirinya tidak dilanjutkan.
Bicara mengenai definisi dari agama,
ternyata agama yang dalam bahasa Inggris dikenal sebagai “religion” berakar
dari kata “religionem” yang berarti ketakutan terhadap sesuatu yang sakral, beliau
juga menyebutkan bahwa religion berasal dari kata “re-ligare,” “re” berarti
“kembali” dan “ligare” bermakna ikatan, sehingga ”re-ligare” adalah kembali
kedalam sebuah ikatan. Masih dalam konteks yang serupa, “agama” berasal dari
kata “a-gam” yaitu “a” berati “tidak” dan “gam” berarti terpencar, sehingga
dapat kita buat kesimpulan bahwa “a-gam” berarti “tidak terpencar.” Itulah
beberapa definisi umum mengenai asal kata agama dan religion.
Mengapa manusia membutuhkan agama? Ada
beberapa alasan yang dikemukakan olehnya. Yang pertama adalah untuk memahami
kehidupan karena manusia heran terhadap hidup yang dialaminya, heran terhadap
alam yang ditinggalinya, mengapa bisa ada siang, malam, hewan, tumbuhan, udara,
cahaya, dsb. Keheranan manusia terhadap hal-hal tersebut memjadikan manusia
untuk meyakini sesuatu kekuatan yang tidak diketahui asal muasalnya dan manusia
mempercayai sang pencipta tersebut sebagai Tuhan. Alasan lain adalah untuk
menanggung kesengsaraan hidup dan menebus dosa. Dalam karya essainya
menyebutkan bahwa beberapa kepercayaan seperti aliran mistisisme dari seorang
Rabia Basra dan pengikut Hinduisme, mereka meyakini akan konsep kesengsaraan ini.
Alasan mereka adalah saat kita mencintati Tuhan, kita tidak hanya saat Tuhan
mengasihi kita, namun juga saat tuhan marah kepada kita. Selain itu, mereka
beralasan bahwa kesengsaraan tersebut adalah penebusan dosa sehingga suatu saat
nanti mereka akanmencapai suatu tempat terbaik dimana kebebasan tanpa batas,
kehidupan abadi – surga.
Menurut saya pribadi, beberapa alasan
diatas cukup masuk akal. Ketika kita meyakini adanya Tuhan, kita harus yakin
pula terhadap segala sesuatu yang berhubungan dengan-Nya, menaati
perintah-perintah-Nya, dan menjauhi larangan-larangan-Nya. Ketika kita tidak
menaati perintah-Nya, saat itulah Tuhan menegur kita dengan sedikit musibah,
dan lain semacamnya, meskipun saat kita reajin beibadah kepada-Nya, hal
tersebut tida menjamin kita lepas dari “ujian-Nya” karena saat Tuhan menguji
umat-Nya hal tersebut menandakan Tuhan peduli terhadap kita dan ingin kita
berlaku dengan lebih baik lagi di dunia ciptaan-Nya ini. Dengan demikian
menurut saya bukan hanya pengikut aliran mistitisme dan Hindu saja yang
berpegang teguh terhadap konsep ini, namun saya sebagai pemeluk agama Islam
juga merasakan hal yang sama, begitu pula agama-agama lain yang ada di
Indonesia.
Pembicaraan selanjutnya mengenai
“agama dan kebenaran.” Mengapa suatu agama dianggap benar? Salah satu alasannya
adalah agama mengacu pada teks sebagai klaim kebenarannya. Hampir tiap agama
memiliki teks bacaan yang berisi pedoman-pedoman dan petuah hidup agar kita
dapat hidup dengan lebih baik. Teks-teks bacaan seperti Al-Qur’an dan Hadist
pada Islam, Injil pada Kristiani, Weda pada Hindu, dan sebagainya adalah
pedoman-pedoman hidup yang diyakini oleh setiap pemeluk agamanya, permasalahan
“mengapa” harus diyakini itu kembali kepada pribadi individual masing-masing
yang merancang konsep keyakinan terhadap Tuhannya. Begitu pula dengan adanya
Nabi, Malaikat, Dewa, dan semacamnya merupakan bagian-bagian penting dalam
membangun kepercayaan terhadap teks-teks tersebut, dan satu hal lagi yang dapat
memengaruhi keyakinan kita terhadap suatu agama dan teks pedomannya adalah
kesepakatan bahwa kebenaran itu bersifat final dan tidak dapat di kritik
ataupun dibantah, meskipun suatu agama dapat membantah agama lain, namun konsep
saling menghargai antar sesama umat beragama telah mengurangkan protes-protes
bantahan tersebut, sehingga meskipun masih ada segelintir orang yang sulit
mengahrgai keberadaan dan kebenaran agama lain, namun itu semua telah diatur
oleh pemerintah dalam undang-undang yang berlaku di tiap negara.
Pembicaraan selanjutnya adalah mengenai
“agama dan filsafat.” Agama merupakan sesuatu hal yang berhubungan dengan
doktrin yang harus kita patuhi dan tidak kita ragukan kebenarannya, sedangkan
filsafat merupakan suatu kecintaan terhadap kebijaksanaan yang mewajibkan
manusia untuk terus hidup dan berfikir kritis terhadap kehidupan. Dengan
demikian apakah konsep agama dan filsafat dapat kita padu-padankan? Menurut
saya ada saatnya agama dan filsafat berjalan selaras, namun ada pula saatnya
mereka sangat bertentangan, sehingga ketika agama dan filsafat bertentangan,
kita dapat mengatagorikan menjadi dua; berpegang teguh terhadap filsafat tanpa
percaya agama, ataupun sebaliknya yaitu berpegang teguh terhadap agama tanpa
percaya kepada filsafat. Pengetahuan saya mengenai agama dan filsafat tidaklah
banyak, sehingga saya akan selalu berusaha mencari jawaban-jawaban yang relevan
terhadap pertanyaan-pertanyaan saya mengenai pemadu-padanan antara agama dan
filsafat.
Hal terakhir yang dibicarakan oleh Ibu
Saras Dewi, adalah mengenai tokoh-tokoh pemberontak terhadap agama. Tidak
banyak yang dapat saya ceritakan mengenai sejarah sang tokoh, namun beberapa
yang dapat saya paparkan adalah beberapa tokoh dan karyanya. Pada abad
pertengahan, terdapat seorang filosof yang terkenal dengan karyanya yang berjudul
“Consolation of Philosofy” yang dianggap menyimpang dari agama kristen yang
saat itu sedang berkembang pesat disana, sebagai akibatnya ia dijatuhi hukuman
mati, dan ia bernama Boethius. Tokoh lain adalah Philosophia Ancilla Theologie,
Thomas Aquinas, Agustinus, Rene Descartes, Ibn Rushd, Ibn Arabi, Adi Shankara,
Gabriel Marcell, dan Soren Kierkegaard. Banyak dari tokoh-tokoh diatas yang
memberontak terhadap agama dan mengkiritisinya sehingga karya-karyanya tersebut
membuat mereka menjadi tokoh yang terkenal di dunia.
Itulah beberapa informasi yang saya
dapatkan saat menghadiri kuliah umum oleh Ibu Saras Dewi. Tidak banyak yang
dapat saya ambil dan ceritakan kembali karena banyak penjelasan-penjelasan yang
disampaikan beliau dengan bahsa yang sulit saya pahami sehingga seakan saya
hanya mendengarkan tanpa mengerti maknanya. Namun, dibalik itu semua saya
sungguh merasa senang dengan adanya dosen tamu sehingga pembelajaran menjadi
semakin variatif dan semoga ini semua dapat bermanfaak bagi saya khususnya dan bagi
orang lain.