About Me

My Photo
Ahmad Apriyanto
Graduate of Mathematics Education from Faculty of Education Universitas Siswa Bangsa Internasional (USBI), the transformation of Sampoerna School of Education (SSE) Jakarta.
View my complete profile

Calendar

Masehi HijriyahPerhitungan pada sistem konversi Masehi – Hijriah ini memungkinkan terjadi selisih H-1 atau H+1 dari tanggal seharusnya untuk tanggal Hijriyah

Thursday, December 1, 2011

FILSAFAT DAN AGAMA

Kuliah umum merupakan suatu hal yang cukup menarik untuk saya karena hal tersebut adalah saat dimana perkuliahan yang biasa dilakukan di kelas menjadi sebuah nuansa baru yang cukup membangkitkan semangat lebih untuk belajar. Selain itu faktor dari dosen tamu atau pembicara tentu saja turut andil di dalamnya.  Rabu, 23 Nopember 2011, matakuliah Humanistic Studies mengundang seorang dosen tamu yang cukup tersohor baik melalui karya maupun pemikiran dan kehidupannya. Seorang wanita bergelar M.Hum yang sangat ahli dalam ilmu filsafat dan juga tersohor atas lagu yang dibawakannya yang berjudul “Lembayung Bali” yang kini menjadi dosen di Universitas Indonesia, ia adalah Saras Dewi Dhamantra, M.Hum.
Pada saat itu, beliau membahas topik “Filsafat dan Agama”. Beliau memaparkan sedikit terminologi tentang filsafat, menjelaskan apa itu yang dimaksud dengan agama, mengapa manusia butuh beragama, mengenai agama dan kebenarannya, korelasi antara agama dan filsafat, dan juga membahas tokoh-tokoh dunia yang memberontak terhadap filsafat. Tidak terlalu banyak materi yang dapat saya terima dengan baik karena banyak penyampaian materi menggunakan bahasa yang sulit saya pahami, namun bukanlah suatu masalah bagi saya karena hal terpenting adalah saya dapat mempelajari seuatu yang baru dan berbagi kepada orang lain.
Hal pertama yang saya pelajari saat itu adalah terminologi kata “filsafat,” kata tersebut beraal dari kata “filosofia” yang berati “bertanya,” lalu seorang ahli filosofi disebut sebagai “filsuf” atau “filosof” dan tugas para filsuf adalah “bertanya.” Mereka harus terus bertanya secara radikal mengenai sesuatu hal agar ilmu pengetahuan terus berkembang dan tidak stagnant. Ketika saya mendengar kata filsafat, entah mengapa saya langsung berfikir megenai orang-orang yang tak memeluk agama atau sering disebut “atheis” (a=tidak, theis=memeluk agama) namun ternyata beliau menjelaskan bahwa tidak semua filsuf adalah atheis, karena sebagian dari para filsuf merupakan “theis.” Satu hal yang cukup mengejutkan saya adalah ketika seorang teman bertanya mengenai keyakinan dari Saras Dewi, ternyata agama beliau adalah Hindu, tetapi beliau berkeyakinan terhadap Islam, sungguh terkejut dan ingin sekali mendengarkan kisah hidupnya, namun beliau memiliki tanggung jawab untuk mengajar kami, sehingga pembicaraan mengenai agama dan keyakinan dirinya tidak dilanjutkan.
Bicara mengenai definisi dari agama, ternyata agama yang dalam bahasa Inggris dikenal sebagai “religion” berakar dari kata “religionem” yang berarti ketakutan terhadap sesuatu yang sakral, beliau juga menyebutkan bahwa religion berasal dari kata “re-ligare,” “re” berarti “kembali” dan “ligare” bermakna ikatan, sehingga ”re-ligare” adalah kembali kedalam sebuah ikatan. Masih dalam konteks yang serupa, “agama” berasal dari kata “a-gam” yaitu “a” berati “tidak” dan “gam” berarti terpencar, sehingga dapat kita buat kesimpulan bahwa “a-gam” berarti “tidak terpencar.” Itulah beberapa definisi umum mengenai asal kata agama dan religion.
Mengapa manusia membutuhkan agama? Ada beberapa alasan yang dikemukakan olehnya. Yang pertama adalah untuk memahami kehidupan karena manusia heran terhadap hidup yang dialaminya, heran terhadap alam yang ditinggalinya, mengapa bisa ada siang, malam, hewan, tumbuhan, udara, cahaya, dsb. Keheranan manusia terhadap hal-hal tersebut memjadikan manusia untuk meyakini sesuatu kekuatan yang tidak diketahui asal muasalnya dan manusia mempercayai sang pencipta tersebut sebagai Tuhan. Alasan lain adalah untuk menanggung kesengsaraan hidup dan menebus dosa. Dalam karya essainya menyebutkan bahwa beberapa kepercayaan seperti aliran mistisisme dari seorang Rabia Basra dan pengikut Hinduisme, mereka meyakini akan konsep kesengsaraan ini. Alasan mereka adalah saat kita mencintati Tuhan, kita tidak hanya saat Tuhan mengasihi kita, namun juga saat tuhan marah kepada kita. Selain itu, mereka beralasan bahwa kesengsaraan tersebut adalah penebusan dosa sehingga suatu saat nanti mereka akanmencapai suatu tempat terbaik dimana kebebasan tanpa batas, kehidupan abadi – surga.
Menurut saya pribadi, beberapa alasan diatas cukup masuk akal. Ketika kita meyakini adanya Tuhan, kita harus yakin pula terhadap segala sesuatu yang berhubungan dengan-Nya, menaati perintah-perintah-Nya, dan menjauhi larangan-larangan-Nya. Ketika kita tidak menaati perintah-Nya, saat itulah Tuhan menegur kita dengan sedikit musibah, dan lain semacamnya, meskipun saat kita reajin beibadah kepada-Nya, hal tersebut tida menjamin kita lepas dari “ujian-Nya” karena saat Tuhan menguji umat-Nya hal tersebut menandakan Tuhan peduli terhadap kita dan ingin kita berlaku dengan lebih baik lagi di dunia ciptaan-Nya ini. Dengan demikian menurut saya bukan hanya pengikut aliran mistitisme dan Hindu saja yang berpegang teguh terhadap konsep ini, namun saya sebagai pemeluk agama Islam juga merasakan hal yang sama, begitu pula agama-agama lain yang ada di Indonesia.
Pembicaraan selanjutnya mengenai “agama dan kebenaran.” Mengapa suatu agama dianggap benar? Salah satu alasannya adalah agama mengacu pada teks sebagai klaim kebenarannya. Hampir tiap agama memiliki teks bacaan yang berisi pedoman-pedoman dan petuah hidup agar kita dapat hidup dengan lebih baik. Teks-teks bacaan seperti Al-Qur’an dan Hadist pada Islam, Injil pada Kristiani, Weda pada Hindu, dan sebagainya adalah pedoman-pedoman hidup yang diyakini oleh setiap pemeluk agamanya, permasalahan “mengapa” harus diyakini itu kembali kepada pribadi individual masing-masing yang merancang konsep keyakinan terhadap Tuhannya. Begitu pula dengan adanya Nabi, Malaikat, Dewa, dan semacamnya merupakan bagian-bagian penting dalam membangun kepercayaan terhadap teks-teks tersebut, dan satu hal lagi yang dapat memengaruhi keyakinan kita terhadap suatu agama dan teks pedomannya adalah kesepakatan bahwa kebenaran itu bersifat final dan tidak dapat di kritik ataupun dibantah, meskipun suatu agama dapat membantah agama lain, namun konsep saling menghargai antar sesama umat beragama telah mengurangkan protes-protes bantahan tersebut, sehingga meskipun masih ada segelintir orang yang sulit mengahrgai keberadaan dan kebenaran agama lain, namun itu semua telah diatur oleh pemerintah dalam undang-undang yang berlaku di tiap negara.
Pembicaraan selanjutnya adalah mengenai “agama dan filsafat.” Agama merupakan sesuatu hal yang berhubungan dengan doktrin yang harus kita patuhi dan tidak kita ragukan kebenarannya, sedangkan filsafat merupakan suatu kecintaan terhadap kebijaksanaan yang mewajibkan manusia untuk terus hidup dan berfikir kritis terhadap kehidupan. Dengan demikian apakah konsep agama dan filsafat dapat kita padu-padankan? Menurut saya ada saatnya agama dan filsafat berjalan selaras, namun ada pula saatnya mereka sangat bertentangan, sehingga ketika agama dan filsafat bertentangan, kita dapat mengatagorikan menjadi dua; berpegang teguh terhadap filsafat tanpa percaya agama, ataupun sebaliknya yaitu berpegang teguh terhadap agama tanpa percaya kepada filsafat. Pengetahuan saya mengenai agama dan filsafat tidaklah banyak, sehingga saya akan selalu berusaha mencari jawaban-jawaban yang relevan terhadap pertanyaan-pertanyaan saya mengenai pemadu-padanan antara agama dan filsafat.
Hal terakhir yang dibicarakan oleh Ibu Saras Dewi, adalah mengenai tokoh-tokoh pemberontak terhadap agama. Tidak banyak yang dapat saya ceritakan mengenai sejarah sang tokoh, namun beberapa yang dapat saya paparkan adalah beberapa tokoh dan karyanya. Pada abad pertengahan, terdapat seorang filosof yang terkenal dengan karyanya yang berjudul “Consolation of Philosofy” yang dianggap menyimpang dari agama kristen yang saat itu sedang berkembang pesat disana, sebagai akibatnya ia dijatuhi hukuman mati, dan ia bernama Boethius. Tokoh lain adalah Philosophia Ancilla Theologie, Thomas Aquinas, Agustinus, Rene Descartes, Ibn Rushd, Ibn Arabi, Adi Shankara, Gabriel Marcell, dan Soren Kierkegaard. Banyak dari tokoh-tokoh diatas yang memberontak terhadap agama dan mengkiritisinya sehingga karya-karyanya tersebut membuat mereka menjadi tokoh yang terkenal di dunia.
Itulah beberapa informasi yang saya dapatkan saat menghadiri kuliah umum oleh Ibu Saras Dewi. Tidak banyak yang dapat saya ambil dan ceritakan kembali karena banyak penjelasan-penjelasan yang disampaikan beliau dengan bahsa yang sulit saya pahami sehingga seakan saya hanya mendengarkan tanpa mengerti maknanya. Namun, dibalik itu semua saya sungguh merasa senang dengan adanya dosen tamu sehingga pembelajaran menjadi semakin variatif dan semoga ini semua dapat bermanfaak bagi saya khususnya dan bagi orang lain.

Popular Posts