Sebelum membahas konsep “keadilan sosial”, alangkah lebih
baiknya saya menjelaskan terlebih dahulu mengenai konsep “keadilan”. Menurut
Safa’at (2008), kata “keadilan” yang dalam bahasa Inggris
disebut “justice” berasal dari bahasa
latin, yaitu “iustitia”. Justice memiliki tiga makna, pertama secara atributif yang berarti
suatu kualitas yang adil atau fair, kedua sebagai tindakan yakni tindakan
menjalankan hukum atau tindakan menentukan hak dan ganjaran atau hukuman, dan
yang ketiga adalah sebagai orang atau pejabat publik yang berhak menentukan
persyaratan sebelum suatu perkara dibawa ke pengadilan.
Teori mengenai keadilan telah dijelaskan oleh beberapa ahli,
seperti Plato, Aristoteles, dan John Rawls. Dalam Safa’at (2008), Plato
memandang keadilan sebagai sesuatu hal yang berada di luar kemampuan manusia
biasa. Dalam praktiknya, keadilan yang dijelaskan oleh Plato adalah hubungan
antara seorang individu terhadap negaranya sendiri, dimana sang individu
berada. Kemudian, menurut Plato berdasarkan konsep keadilan dan praktiknya,
suatu negara haruslah dipimpin oleh seseorang yang luar biasa demi memenuhi
keadilan dari setiap individu rakyat dari negara yang dipimpinnya, dan seorang
pemimpin tersebut ia sebut sebagai “The
King of Philosopher”.
Lebih luas lagi, menurut Aristoteles, keadilan tidak terpaku
pada hubungan antara individu dengan negaranya saja, melainkan terdapat
keadilan yang harus ditegakkan oleh sesama individu. Menurut Fanani, Aristoteles
dalam karyanya yang berjudul “Nichomachean
Ethics” memandang konsep keadilan sebagai suatu kesamaan. Namun,
Aristoteles membedakan konsep keadilan sebagai suatu kesamaan ke dalam dua
kategori yaitu keadilan numerik dan keadilan proporsional. Dalam keadilan
numerik, manusia dipandang sebagai sebuah satuan unit, yang bermakna bahwa
setiap individu dipandang sama derajatnya di mata hukum. Sedangkan, dalam
konsep keadilan proporsional, keadilan terhadap setiap manusia tidak lagi
dipandang sebagai keadilan yang harus sama dalam satuan unit, melainkan suatu
keadilan yang harus diberikan sesuai dengan hak, kemampuan, prestasi, dsb.
Konsep keadilan sebagai suatu kesamaan ternyata menjawab
kekeliruan tentang pemahaman terhadap konsep keadilan itu sendiri menurut
pandangan saya. Selama ini, saya mengonsepkan bahwa keadilan itu tidak harus
sama, melainkan relatif, tergantung situasi dan kondisi. Sebagai contoh adalah
ketika seorang Ibu memberikan uang saku kepada kedua anaknya dimana anak
pertama telah berada di jenjang Universitas, sedangkan anak kedua berada di
jenjang Sekolah Dasar (SD). Dalam pemberian uang saku, anak pertama mendapatkan
nominal angka yang jauh lebih besar dibandingkan anak kedua karena kebutuhan
sebagai seorang mahasiswa akan lebih banyak dibandingkan dengan anak SD.
Menurut saya, hal yang demikian telah mencerminkan suatu keadilan, dan konsep
tersebut telah tertanam dalam benak dan jiwa saya, sehingga apabila ada seseorang
yang menyakatan bahwa keadilan adalah suatu kesamaan, dengan berani saya
menampik pendapat tersebut. Namun, setelah mengetahui teori keadilan menurut
Aristoteles, saya membuka fikiran bahwa keadilan bukan hanya seperti apa yang
saya konsepkan, melainkan itu hanya salah satu ranah keadilan yang dijelaskan
oleh Aristoteles, yaitu keadilan proporsional.
Sedikit berbeda dengan Plato dan Aristoteles, John Rawls
lebih berfokus pada keadilan sosial karena pada saat itu ia melihat fenomena
terjadinya ketidakadilan dalam situasi sosial antara individu denga negaranya. Menurut
Fanani, John Rawls dalam bukunya “A
Theory of Justice” menjelaskan teori keadilan sosial sebagai “the difference principle” dan “the principle of fair equality of
opportunity”. Dalam “the difference
principle”, terdapat konsep bahwa perbedaan sosial dan ekonomis harus diatur sedemikian rupa
sehingga memberikan manfaat paling besar bagi masyarakat yang kurang beruntung.
Sedangakan, “the principle of fair
equality of opportunity” menunjukkan kepada mayarakat yang paling kurang
mempunyai peluang untuk mencapai prospek kesejahteraan, pendapat, dan otoritas.
Benang merah yang dapat saya tarik dari ketiga teori diatas
adalah bahwa suatu keadilan dan keadilan sosial bukanlah hal yang mudah untuk ditegakkan
karena keadilan dan keadilan sosial dapat tercipta apabila suatu negara
dipimpin oleh seorang yang luar biasa, sesuai dengan teori yang dikemukakan
oleh Plato. Kemudian, keadilan sosial tidak hanya mencakup urusan antar
individu, melainkan antara individu dengan negaranya sesuai dengan apa yang
telah dijelaskan oleh Aristoteles dan John Rawls.
Namun, bagaimanakah praktik keadilan sosial yang ada di
Indonesia? Menurut saya, keadilan sosial di Indonesia masih belum tercapai
dengan baik karena masih banyak kasus-kasus mengenai ketidakadilan sosial yang
marak terjadi. Contoh kasus ketidakadilan sosial adalah kasus mengenai
pencurian kapuk atau kapas senilai Rp. 4.000,- yang dilakukan oleh empat orang
laki-laki di Batang, Jawa Tengah. Kemudian, terdapat pula kasus pencurian tiga
buah kakao atau cokelat yang dilakukan oleh Nenek Minah, juga kasus pencurian
semangka oleh dua orang laki-laki bernama Basar dan Kholik. Mereka memang
bersalah dan patut menerima hukuman sesuai peraturan yang berlaku. Namun, mari
kita bandingkan dengan beberapa kasus lain yang akan saya paparkan.
Kasus-kasus lain adalah kasus korupsi yang dilakukan oleh
Gayus Tambunan dan Artalyta Suryani, juga kasus narkoba oleh terpidana mati
Rima Rita. Mereka semua telah mendapatkan hukuman yang sama, yakni dipenjara.
Namun, ketidakadilan sosial yang terjadi disini adalah mengenai sel atau
penjara tempat yang mereka huni. Bagi Gayus, Artalyta , dan Rima, penjara
merupakan tempat tinggal yang layak, bahkan lebih mewah dari hotel berbintang.
Entah mengapa hal tersebut dapat terjadi, padahal dalam kasus pencurian kapas,
kakao, dan semangka yang dilakukan oleh orang-orang miskin, penjara yang mereka
huni adalah penjara yang tidak seperti penjara yang dihuni oleh para narapidana
kasus korupsi dan narkoba yang telah dilengkapi dengan fasilitas-fasilitas
mewah.
Perbandingan kasus lainnya adalah kasus tabrakan yang
dilakukan oleh Afriyani Susanti yang mengakibatkan delapan korban tewas
seketika dan lima korban luka-luka. Afriyani telah diproses secara hukum dan
divonis 15 tahun penjara. Di lain sisi, terdapat kasus tabrakan yang dilakukan
oleh anak Menteri Koordinator Perekonomian, Hatta Rajasa, yaitu M. Rasyid
Amirulloh Rajasa yang sekaligus besan presiden Republik Indonesia, Sushilo
Bambang Yudhoyono. Rasyid telah diproses secara hukum, namun sepertinya
terdapat banyak keringanan yang ia terima atas jeratan hukum yang seharusnya ia
dapatkan. Kedua kasus tersebut semakin memperkuat bahwa masih terjadi
ketidakadilan di Indonesia.
Kasus-kasus diatas merupakan kasus yang seharusnya berkonsepkan
keadilan numerik yang memandang manusia sebagai satu satuan unit, namun dalam
praktiknya di Indonesia terlihat seperti berkonsepkan keadilan proporsional
seperti yang dijelaskan Aristoteles. Hal-hal seperti itulah yang masih marak
terjadi di Indonesia yang mencerminkan bahwa negara Indonesia masih belum dapat
menegakkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat di Indonesia. Kembali lagi,
mengulas teori yang disampaikan Plato, seorang pemimpin haruslah luar biasa
untuk menegakkan keadilan sosial di negara yang dipimpinnya. Lantas, dengan
keadaan ketidakadilan sosial yang ada di Indonesia, berhasilkah sang pemimpin
bangsa dalam mengakkan keadilan sosial? Sesuaikah dengan pancasila sila kelima
yang berbunyi “Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia” yang telah
menjadi landasan dan ideologi negara Indonesia? Keadilan sosial bagi seluruh
rakyat Indonesia, katanya!!!
Sumber:
Fanani, A. Z. Teori Keadilan dalam Perspektif Filsafat Hukum dan Islam. Diakses
dari http://www.badilag.net/data/ARTIKEL/WACANA%20HUKUM%20ISLAM/TEORI%20KEADILAN%20PERSPEKTIF%20FILSAFAT%20HUKUM%20ISLAM.pdf
pada Selasa, 02-07-2013.
Safa’at, M. A. (2008). Pemikiran Keadilan (Plato, Aristoteles, dan
John Rawls.) Diakses dari http://safaat.lecture.ub.ac.id/files/2013/03/keadilan.pdf
pada Selasa, 02-07-2013.
Videoharian. (2012). Kronologi
Kecelakaan Xenia Tabrak 9 Orang Tewas. Diakses dari http://www.youtube.com/watch?v=6jyPu2rDKt0
pada Selasa, 02-07-2013.