About Me

My Photo
Ahmad Apriyanto
Graduate of Mathematics Education from Faculty of Education Universitas Siswa Bangsa Internasional (USBI), the transformation of Sampoerna School of Education (SSE) Jakarta.
View my complete profile

Calendar

Masehi HijriyahPerhitungan pada sistem konversi Masehi – Hijriah ini memungkinkan terjadi selisih H-1 atau H+1 dari tanggal seharusnya untuk tanggal Hijriyah

Wednesday, July 3, 2013

Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia, Katanya!!

Sebelum membahas konsep “keadilan sosial”, alangkah lebih baiknya saya menjelaskan terlebih dahulu mengenai konsep “keadilan”. Menurut Safa’at (2008), kata “keadilan” yang dalam bahasa Inggris disebut “justice” berasal dari bahasa latin, yaitu “iustitia”. Justice memiliki tiga makna, pertama secara atributif yang berarti suatu kualitas yang adil atau fair, kedua sebagai tindakan yakni tindakan menjalankan hukum atau tindakan menentukan hak dan ganjaran atau hukuman, dan yang ketiga adalah sebagai orang atau pejabat publik yang berhak menentukan persyaratan sebelum suatu perkara dibawa ke pengadilan.
Teori mengenai keadilan telah dijelaskan oleh beberapa ahli, seperti Plato, Aristoteles, dan John Rawls. Dalam Safa’at (2008), Plato memandang keadilan sebagai sesuatu hal yang berada di luar kemampuan manusia biasa. Dalam praktiknya, keadilan yang dijelaskan oleh Plato adalah hubungan antara seorang individu terhadap negaranya sendiri, dimana sang individu berada. Kemudian, menurut Plato berdasarkan konsep keadilan dan praktiknya, suatu negara haruslah dipimpin oleh seseorang yang luar biasa demi memenuhi keadilan dari setiap individu rakyat dari negara yang dipimpinnya, dan seorang pemimpin tersebut ia sebut sebagai “The King of Philosopher”.
Lebih luas lagi, menurut Aristoteles, keadilan tidak terpaku pada hubungan antara individu dengan negaranya saja, melainkan terdapat keadilan yang harus ditegakkan oleh sesama individu. Menurut Fanani, Aristoteles dalam karyanya yang berjudul “Nichomachean Ethics” memandang konsep keadilan sebagai suatu kesamaan. Namun, Aristoteles membedakan konsep keadilan sebagai suatu kesamaan ke dalam dua kategori yaitu keadilan numerik dan keadilan proporsional. Dalam keadilan numerik, manusia dipandang sebagai sebuah satuan unit, yang bermakna bahwa setiap individu dipandang sama derajatnya di mata hukum. Sedangkan, dalam konsep keadilan proporsional, keadilan terhadap setiap manusia tidak lagi dipandang sebagai keadilan yang harus sama dalam satuan unit, melainkan suatu keadilan yang harus diberikan sesuai dengan hak, kemampuan, prestasi, dsb.
Konsep keadilan sebagai suatu kesamaan ternyata menjawab kekeliruan tentang pemahaman terhadap konsep keadilan itu sendiri menurut pandangan saya. Selama ini, saya mengonsepkan bahwa keadilan itu tidak harus sama, melainkan relatif, tergantung situasi dan kondisi. Sebagai contoh adalah ketika seorang Ibu memberikan uang saku kepada kedua anaknya dimana anak pertama telah berada di jenjang Universitas, sedangkan anak kedua berada di jenjang Sekolah Dasar (SD). Dalam pemberian uang saku, anak pertama mendapatkan nominal angka yang jauh lebih besar dibandingkan anak kedua karena kebutuhan sebagai seorang mahasiswa akan lebih banyak dibandingkan dengan anak SD. Menurut saya, hal yang demikian telah mencerminkan suatu keadilan, dan konsep tersebut telah tertanam dalam benak dan jiwa saya, sehingga apabila ada seseorang yang menyakatan bahwa keadilan adalah suatu kesamaan, dengan berani saya menampik pendapat tersebut. Namun, setelah mengetahui teori keadilan menurut Aristoteles, saya membuka fikiran bahwa keadilan bukan hanya seperti apa yang saya konsepkan, melainkan itu hanya salah satu ranah keadilan yang dijelaskan oleh Aristoteles, yaitu keadilan proporsional.
Sedikit berbeda dengan Plato dan Aristoteles, John Rawls lebih berfokus pada keadilan sosial karena pada saat itu ia melihat fenomena terjadinya ketidakadilan dalam situasi sosial antara individu denga negaranya. Menurut Fanani, John Rawls dalam bukunya “A Theory of Justice” menjelaskan teori keadilan sosial sebagai “the difference principle” dan “the principle of fair equality of opportunity”. Dalam “the difference principle”, terdapat konsep bahwa perbedaan sosial  dan ekonomis harus diatur sedemikian rupa sehingga memberikan manfaat paling besar bagi masyarakat yang kurang beruntung. Sedangakan, “the principle of fair equality of opportunity” menunjukkan kepada mayarakat yang paling kurang mempunyai peluang untuk mencapai prospek kesejahteraan, pendapat, dan otoritas.
Benang merah yang dapat saya tarik dari ketiga teori diatas adalah bahwa suatu keadilan dan keadilan sosial bukanlah hal yang mudah untuk ditegakkan karena keadilan dan keadilan sosial dapat tercipta apabila suatu negara dipimpin oleh seorang yang luar biasa, sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Plato. Kemudian, keadilan sosial tidak hanya mencakup urusan antar individu, melainkan antara individu dengan negaranya sesuai dengan apa yang telah dijelaskan oleh Aristoteles dan John Rawls.
Namun, bagaimanakah praktik keadilan sosial yang ada di Indonesia? Menurut saya, keadilan sosial di Indonesia masih belum tercapai dengan baik karena masih banyak kasus-kasus mengenai ketidakadilan sosial yang marak terjadi. Contoh kasus ketidakadilan sosial adalah kasus mengenai pencurian kapuk atau kapas senilai Rp. 4.000,- yang dilakukan oleh empat orang laki-laki di Batang, Jawa Tengah. Kemudian, terdapat pula kasus pencurian tiga buah kakao atau cokelat yang dilakukan oleh Nenek Minah, juga kasus pencurian semangka oleh dua orang laki-laki bernama Basar dan Kholik. Mereka memang bersalah dan patut menerima hukuman sesuai peraturan yang berlaku. Namun, mari kita bandingkan dengan beberapa kasus lain yang akan saya paparkan.
Kasus-kasus lain adalah kasus korupsi yang dilakukan oleh Gayus Tambunan dan Artalyta Suryani, juga kasus narkoba oleh terpidana mati Rima Rita. Mereka semua telah mendapatkan hukuman yang sama, yakni dipenjara. Namun, ketidakadilan sosial yang terjadi disini adalah mengenai sel atau penjara tempat yang mereka huni. Bagi Gayus, Artalyta , dan Rima, penjara merupakan tempat tinggal yang layak, bahkan lebih mewah dari hotel berbintang. Entah mengapa hal tersebut dapat terjadi, padahal dalam kasus pencurian kapas, kakao, dan semangka yang dilakukan oleh orang-orang miskin, penjara yang mereka huni adalah penjara yang tidak seperti penjara yang dihuni oleh para narapidana kasus korupsi dan narkoba yang telah dilengkapi dengan fasilitas-fasilitas mewah.
Perbandingan kasus lainnya adalah kasus tabrakan yang dilakukan oleh Afriyani Susanti yang mengakibatkan delapan korban tewas seketika dan lima korban luka-luka. Afriyani telah diproses secara hukum dan divonis 15 tahun penjara. Di lain sisi, terdapat kasus tabrakan yang dilakukan oleh anak Menteri Koordinator Perekonomian, Hatta Rajasa, yaitu M. Rasyid Amirulloh Rajasa yang sekaligus besan presiden Republik Indonesia, Sushilo Bambang Yudhoyono. Rasyid telah diproses secara hukum, namun sepertinya terdapat banyak keringanan yang ia terima atas jeratan hukum yang seharusnya ia dapatkan. Kedua kasus tersebut semakin memperkuat bahwa masih terjadi ketidakadilan di Indonesia.
Kasus-kasus diatas merupakan kasus yang seharusnya berkonsepkan keadilan numerik yang memandang manusia sebagai satu satuan unit, namun dalam praktiknya di Indonesia terlihat seperti berkonsepkan keadilan proporsional seperti yang dijelaskan Aristoteles. Hal-hal seperti itulah yang masih marak terjadi di Indonesia yang mencerminkan bahwa negara Indonesia masih belum dapat menegakkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat di Indonesia. Kembali lagi, mengulas teori yang disampaikan Plato, seorang pemimpin haruslah luar biasa untuk menegakkan keadilan sosial di negara yang dipimpinnya. Lantas, dengan keadaan ketidakadilan sosial yang ada di Indonesia, berhasilkah sang pemimpin bangsa dalam mengakkan keadilan sosial? Sesuaikah dengan pancasila sila kelima yang berbunyi “Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia” yang telah menjadi landasan dan ideologi negara Indonesia? Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, katanya!!!

Sumber:
Fanani, A. Z. Teori Keadilan dalam Perspektif Filsafat Hukum dan Islam. Diakses dari http://www.badilag.net/data/ARTIKEL/WACANA%20HUKUM%20ISLAM/TEORI%20KEADILAN%20PERSPEKTIF%20FILSAFAT%20HUKUM%20ISLAM.pdf pada Selasa, 02-07-2013.
Safa’at, M. A. (2008). Pemikiran Keadilan (Plato, Aristoteles, dan John Rawls.) Diakses dari http://safaat.lecture.ub.ac.id/files/2013/03/keadilan.pdf pada Selasa, 02-07-2013.

Videoharian. (2012). Kronologi Kecelakaan Xenia Tabrak 9 Orang Tewas. Diakses dari http://www.youtube.com/watch?v=6jyPu2rDKt0 pada Selasa, 02-07-2013.

Popular Posts