About Me

My Photo
Ahmad Apriyanto
Graduate of Mathematics Education from Faculty of Education Universitas Siswa Bangsa Internasional (USBI), the transformation of Sampoerna School of Education (SSE) Jakarta.
View my complete profile

Calendar

Masehi HijriyahPerhitungan pada sistem konversi Masehi – Hijriah ini memungkinkan terjadi selisih H-1 atau H+1 dari tanggal seharusnya untuk tanggal Hijriyah

Friday, May 10, 2013

Seberapa Pancasila-kah, Saya?

source: (click here)
Garuda Pancasila
Akulah pendukungmu
Patriot proklamasi
Sedia berkorban untukmu
Pancasila dasar negara
Rakyat adil makmur sentosa
Pribadi bangsaku
Ayo maju maju, ayo maju maju, ayo maju maju

Ingatkah Anda dengan lagu di atas? Lagu yang berjudul “Garuda Pancasila” tersebut adalah salah satu lagu wajib nasional yang diciptakan oleh Sudharnoto. Sedari kecil, saya telah diperkenalkan dengan lagu tersebut, bahkan pada saat itu saya belum menjajaki dunia pendidikan formal. Mendengar kata “Pancasila” dan melagukannya membuat saya menjadi penasaran akan apa itu Pancasila. Seiring berjalannya waktu, hingga akhirnya saya dikenalkan dengan Pancasila oleh guru di Sekolah Dasar. Ternyata Pancasila adalah lima asas yang menjadi dasar negara dimana saya dilahirkan dan dibesarkan, yakni negara Indonesia.

Dalam kehidupan sehari-hari di masyarakat, keberadaan Pancasila semakin lama semakin memudar. Salah satu penyebab memudarnya Pancasila di kalangan masyarakat adalah era globalisasi. Perkembangan zaman turut serta “merubah” kualitas generasi muda sehingga perkembangan teknologi yang pesat dan akulturasi antar negara mengakibatkan generasi muda mulai melupakan Pancasila. Meskipun saya belum pernah terjun langsung ke lapangan guna menanyakan secara langsung kepada masyarakat tentang Pancasila, namun beberapa tayangan televisi dan rekaman video wawancara kepada masyarakat telah sedikit menggambarkan bahwa banyak masyarakat yang tidak tahu tentang Pancasila. Sebagian besar dari mereka mendadak lupa terhadap tiap-tiap sila Pancasila ataupun lupa dengan urutan dari Pancasila itu sendiri, baik dikalangan masyarakat umum ataupun dikalangan kaum pelajar, sunggu ironis sekali. Menyadari akan hal tersebut, saya berefleksi tentang sejauh mana saya memaknai Pancasila, seberapa penting Pancasila dalam kehidupan saya, dan sejauh apa saya mengamalkan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan sehari-hari.
Hal yang saya ingat saat belajar tentang Pancasila di sekolah adalah mengenai Pancasila sebagai ideologi negara. Menurut Purwanto dkk (2008), pengertian ideologi secara etimologis adalah gagasan atau ilmu yang mempelajari tentang gagasan. Gagasan yang dimaksud adalah gagasan yang murni ada dan menjadi landasan atau pedoman dalam kehidupan masyarakat di wilayah negara dimana mereka berada. Dengan berdasarkan pengertian tersebut, Pancasila yang sampai saat ini kita jadikan pedoman dalam menjalani kehidupan di negara Indonesia merupakan ideologi negara Indonesia.
Dalam sebuah literatur, Wahyudi (2004) menyatakan bahwa Pancasila sebagai ideologi merupakan kenyataan yang tak bisa ditolak. Menolak Pancasila sebagai ideologi adalah hal yang tidak masuk akal. Masih dalam literatur yang sama, Gauthier juga menyatakan bahwa ideologi penting dan merupakan kenyataan yang tidak bisa ditolak karena dalam setiap masyarakat selalu diharapkan tersedia keberadaan sebuah struktur bersama yang terbentuk dari idea-idea. Memaknai Pancasila sebagai ideologi negara Indonesia yang sangat penting, menjadikan saya patuh terhadap nilai-nilai yang dikandung Pancasila.
Selain itu, memaknai Pancasila sebagai idologi negara juga menjadikan Pancasila sebagai alat pemersatu bangsa. Sampai saat ini, Pancasila masih dipandang cocok dalam mempersatukan Indonesia yang terdiri dari berbagai suku, agama, ras, dan budaya yang terbentang dari Sabang hingga Merauke. Pancasila merupakan tali pengikat dan pemersatu bangsa ini. Namun, semudah itukah Pancasila menyatukan bangsa Indonesia? Menurut Oentoro (2010), perlu disadari bahwa bangsa semajemuk Indonesia hanya bisa tetap bersatu apabila semua komponen negara Indonesia mau bersatu. Tak mungkin mempertahankan persatuan bangsa dengan paksaan. Tetapi, semua komponen hanya akan mau bersatu apabila identitas mereka dihormati dalam Indonesia yang satu itu. Orang tidak perlu melepaskan kekhasan agamanya, budayanya, dan kesukuannya untuk menjadi orang Indonesia. Indonesia adalah Bhineka Tunggal Ika – berbeda-beda tetapi tetap satu jua.
Melihat Pancasila dari perspektif “keberadaannya” dalam kehidupan sehari-hari sangatlah penting, namun apabila ditinjau dari perspektif lain seperti “urutan” sila-sila Pancasila, hal itu juga sangat penting. Singkatnya, urutan-urutan sila ke-1 sampai ke-5 merupakan suatu urutan yang sudah sangat dipikirkan dan dipertimbangkan oleh para founding fathers. Sebagai contoh adalah sila ke-1 yang berbunyi “Ketuhanan Yang Maha Esa”. Mengapa konsep “ketuhanan” ini dijadikan nomor 1? Asumsi saya adalah karena Tuhan merupakan sumber dari segala sumber. Atas berkat rahmat dan kasih-Nya, kita semua diberikan kesempatan untuk hidup di dunia ini dan saling berinteraksi dalam sebuah daerah di bumi ini – Indonesia. Dengan demikian sangatlah tepat untuk menempatkan konsep “Ketuhanan” sebagai sila ke-1 diatas semua sila.
Melihat kepada sila-sila lain, terdapat tanda tanya besar dalam benak saya yang muncul seperti mengapa sila “Kemanusiaan yang Adil dan Beradab” ditempatkan pada sila ke-2, sedangakan sila “Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia” ditempatkan pada sila ke-5? Bukankah bunyi sila ke-2 dan sila ke-5 tersebut sama-sama berkonsepkan “adil” ? Setelah membandingkan butir-butir Pancasila yang dikandung sila ke-2 dan sila ke-5, hal yang membedakan kedua sila tersebut adalah pada sila ke-2 berisi mengenai adil terhadap orang lain, sedangkan sila ke-5 adalah adil terhadap diri sendiri. Dengan demikian, konsep adil terhadap orang lain lebih diutamakan dan dijadikan sila ke-2 dibandingkan konsep adil terhadap diri sendiri yang ditempatkan di sila ke-5.
Lalu bagaimana dengan sila “Persatuan Indonesia” dan sila “Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan”? Mengapa sila-sila tersebut lebih diposisikan sebagai sila ke-3 dan ke-4 dibandingkan dengan sila ke-5? Dengan alasan yang sama, bahwa konsep “persatuan” dan “kerakyatan” lebih diutamakan dibandingkan dengan konsep “adil” terhadap diri sendiri. Singkatnya, Pancasila mengutamakan hak dan kepentingan bersama dibandingkan dengan hak dan kepentingan pribadi.
Implementasi Pancasila dalam kehidupan sehari-hari di masyarakat sangat penting dilakukan agar setiap individu dapat berfikir dan bertindak sesuai dengan etika yang bersumber dari Pancasila sebagai ideologi negara Indonesia. Pancasila sebagai ideologi negara juga bermakna bahwa tiap warga negara dalam kehidupan sehari-hari menggunakan Pancasila sebagai pedoman dan petunjuk hidup. Pemahaman implementasi Pancasila diharapkan dapat menciptakan keharmonisan dan keserasian di lingkungan masyarakat Indonesia.
Pedoman-pedoman hidup dalam pengimplementasian Pancasila adalah butir-butir Pancasila yang tercakup dalam kelima sila. Pada awalnya, Pancasila yang dilahirkan pada tanggal 1 Juni 1945 dan disahkan sebagai dasar negara secara yuridis pada tanggal 18 Agustus 1945 hanya terdiri dari 36 butir sesuai dengan Ketetapan MPR no. II/MPR/1978 tentang Ekaprasetia Pancasila. Namun, ketetapan tersebut dicabut oleh Ketetapan MPR no. I/MPR/2003 dengan perubahan menjadi 45 butir Pancasila yang tercakup dalam kelima sila. Pembahasan mengenai butir-butir pancasila adalah sebagai berikut.
Pertama adalah sila ke-1 yang berbunyi “Ketuhanan Yang Maha Esa”. Sila ini dilambangkan dengan bintang berwarna kuning dengan latar belakang warna hitam dan terdiri dari 7 butir. Terdapat butir-butir yang memiliki redaksi kalimat yang serupa seperti butir pertama dan kedua. Butir pertama berbunyi “Bangsa Indonesia menyatakan kepercayaannya dan ketakwaannya terhadap Tuhan Yang Maha Esa,” sedangkan butir kedua berbunyi “Manusia Indonesia percaya dan takwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, sesuai dengan agama dan kepercayaannya masing-masing menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab.” Hal serupa terjadi pada butir ketiga dan keenam. Butir ketiga berbunyi “Mengembangkan sikap hormat menghormati dan bekerjasama antara pemeluk agama dengan penganut kepercayaan yang berbeda-beda terhadap Tuhan Yang Maha Esa,” sedangkan butir keenam berbunyi “Mengembangkan sikap saling menghormati kebebasan menjalankan ibadah sesuai dengan agama dan kepercayaannya masing-masing.” Kemiripan redaksi kalimat antar butir ini tentu saja menjadi tanda tanya besar dalam benak saya mengenai hal apa yang melatarbelakangi kemiripan tersebut. Apakah hal tersebut hanyalah “penggandaan” yang dilakukan karena pada Ekaprasetia Pancasila hanya terdapat 4 butir dan kini berubah menjadi 7 butir? Namun apa makna dibalik penggandaan tersebut? Dari ketujuh butir yang tercakup dalam sila ke-1, saya telah memenuhi dan menjalankan semua butir. Di mulai dari memiliki kepercayaan dan ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, saling menghormati antar pemeluk agama, membina kerukunan, menghargai pemeluk agama lain saat beribadah, dan juga tak pernah memaksakan orang lain untuk memeluk agama yang saya anut. Dengan demikian, dapat saya simpulkan bahwa saya telah mememuhi atau mengamalkan butir-butir Pancasila, sila ke-1.
Kemudian sila ke-2 yang berbunyi “Kemanusiaan yang Adil dan Beradab” dilambangkan dengan rantai berwarna kuning dengan latar belakang warna merah terdiri dari 10 butir. Dari kesepuluh butir tersebut, saya pernah memenuhi atau mengamalkan semua butir. Namun, seringkali di suatu kondisi saya melanggar atau tidak mengamalkan butir-butir tersebut. Sebagai contoh adalah butir ketiga yang berbunyi “Mengembangkan sikap saling mencintai sesama manusia.” Seringkali saya mencintai sesama manusia, namun adakalanya ketika saya memiliki masalah pribadi dengan seseorang, timbul rasa benci terhadap dirinya. Dengan kata lain, saya telah kehilangan rasa mencintai sesama manusia, dan hal tersebut berarti saya telah melanggar butir ketiga sila ke-2. Selain itu, butir kedelapan yang berbunyi “Berani membela kebenaran dan keadilan” terkadang sulit untuk dilakukan karena terbentur dengan posisi. Sebagai contoh ketika ada pihak keluarga yang memiliki masalah dengan tetangga, terkadang sulit sekali memposisikan diri sebagai pihak ketiga atau pihak netral. Seringkali saya memposisikan diri sebagai pembela dari keluarga sendiri baik ketika keluarga saya yang memang benar-benar tidak bersalah maupun ketika keluarga saya yang memang benar-benar melakukan kesalahan. Dengan demikian dapat saya simpulkan bahwa saya telah mengamalkan butir-butir sila ke-2, namun tidak sepenuhnya terlaksana.
Lalu sila ke-tiga yang berbunyi “Persatuan Indonesia” dilambangkan dengan pohon beringin berdaun hijau dan berkayu cokelat dengan latar belakang berwarna putih terdiri dari 7 butir. Dari ketujuh butir tersebut, saya meiliki tanda tanya besar tentang butir kedua. Butir kedua sila ke-3 yang berbunyi “Sanggup dan rela berkorban untuk kepentingan negara dan bangsa apabila diperlukan.” Dengan redaksi kalimat seperti itu, saya mengasumsikan bahwa saya harus melakukan suatu kegiatan internasional yang mengatas namakan Indonesia. Contohnya seperti mengikuti olimpiade matematika tingkat internasional. Dengan menjadi atlet olimpiade, maka saya harus sanggup dan rela berkorban untuk kepentingan negara Indonesia.  Benarkah ilustrasi yang saya berikan? Selain itu, saya juga memiliki tanda tanya besar pada butir kelima sila ke-3 yang berbunyi “Memelihara ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.” Hal apakah yang harus saya lakukan untuk memelihara ketertiban tersebut? Apakah dengan tidak mengikuti tawuran atau tidak mengikuti peperangan telah mengindikasikan pengalaman terhadap butir ini? Dengan demikian, dapat saya simpulkan bahwa saya telah mengamalkan butir-butir sila ke-3, namun tidak sepenuhnya terlaksana.
Selanjutnya adalah sila ke-4 yang berbunyi “Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan.” Sila ini dilambangkan dengan kepala banteng berwarna hitam bercorak putih dengan latar belakang berwarna merah dan terdiri dari 10 butir. Dari kesepuluh butir tersebut, terdapat beberapa butir yang tidak saya amalkan atau jalankan dengan baik. Butir kedua yang berbunyi “Tidak boleh memaksakan kehendak kepada orang lain” adalah butir yang paling sering saya langgar. Ketika saya mengenyam pendidikan di Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Sekolah Menengah Atas (SMA), seringkali saya ditunjuk sebagai ketua kelompok. Dalam diskusi penyelesaiaan tugas, seringkali saya dan kelompok memiliki pandangan dan pendapat yang berbeda. Lalu, sebagai ketu kelompok saya seringkali merasa bahwa pendapat saya jauh lebih masuk akal dibanding pendapat anggota-anggota lain, sehingga saya sering memaksakan kehendak saya agar dapat diterima dan dilaksanakan. Selanjutnya adalah butir keenam sila ke-4 yang berbunyi “Dengan iktikad baik dan rasa tanggung jawab menerima dan melaksanakan hasil keputusan musyawarah.” Berhubungan dengan butir tersebut, seringkali saya merasa beriktikad buruk apabila hasil keputusan musyawarah tidak sejalan dengan ide atau pendapat pribadi. Saya dapat menerima keputusan tersebut, namun tidak saya sambut dengan senang hati, tetapi sering diiringi rasa kesal dan marah. Dengan demikian, dapat saya simpulkan bahwa saya telah mengamalkan butir-butir sila ke-4, namun tidak sepenuhnya terlaksana.
Terakhir adalah sila ke-5 yang berbunyi “Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia”. Sila ini dilambangkan dengan padi berwarna kuning dan kapas berwarna putih berkelopak hijau dengan latar belakang warna putih dan terdiri dari 11 butir. Dari kesebelas butir tersebut, saya memiliki tanda tanya besar untuk butir kesebelas yang berbunyi “Suka melakukan kegiatan dalam rangka mewujudkan kemajuan yang merata dan berkeadilan sosial.” Kegiatan apakah yang harus saya lakukan untukmewujudkan kemajuan yang merata dan berkeadilan sosial? Apakah dengan menjadi voluntir mengajar di sekolah-sekolah non-formal termasuk dalam mengamalkan butir kesebelas ini? Sebagai contoh adalah ketika saya mengajar di Rumah Harapan (sebuah sekolah non-formal yang mengadakan kegiatan belajar setiap Sabtu dan Minggu sore yang belokasi di Duren Sawit, Jakarta Timur) mengindikasikan bahwa saya telah berhasil mengamalkan butir Pancasila tersebut? Lalu, bagaimana apabila saya sudah tidak lagi menjadi voluntir di sana? Apakah hal tersebut berarti saya tidak memenuhi atau tidak mengamalkan butir tersebut? Dengan demikian, dapat saya simpulkan bahwa saya telah mengamalkan butir-butir sila ke-5, namun tidak sepenuhnya terlaksana.
            Dari keseluruhan butir-butir Pancasila yang tercakup dalam lima sila, saya meyakinkan diri saya bahwa saya sudah cukup melakukan atau mengamalkan nilai-nilai Pancasila. Saya telah berpegang teguh atau berpedoman terhadap Pancasila dalam menjalani aktivitas di kehidupan sehari-hari. Untuk lebih lanjut lagi, sebagai calon pendidik masa depan, saya harus meningkatkan kualitas pengamalan nilai-nilai Pancasila agar saya dapat menjadi contoh atau model bagi murid-murid saya nantinya. Juga, sebagai warga negara Indonsia yang baik, saya harus benar-benar berpedoman pada Pancasila dan mengamalkan nilai-nilai yang dikandungnya agar menjadi bermasyarakat yang lebih baik sesuai dengan cita-cita para leluhur bangsa Indonesia. Itulah ulasan saya mengenai “Seberapa Pancasila-kah Saya?” Bagaimana dengan kehidupan Anda? Bagaimana Anda memaknai Pancasila? Seberapa pentingkah Pancasila di kehidupan Anda? Bagaimana Anda menerapkan nilai-nilai Pancasila? Lalu, seberapa Pancasila-kah Anda?

Sumber:
http://id.wikipedia.org/wiki/Pancasila
Oentoro. B. J. (2010). INDONESIA SATU, INDONESIA BEDA, INDONESIA BISA: MEMBANGUN BHINEKA TUNGGAL IKA DI BUMI NUSANTARA. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
Purwanto, dkk. (2008). Etika Berwarga Negara. Pendidikan Kewarganegaraan di Perguruan Tinggi. Edisi ke-2. Jakarta: Salemba Empat. Diakses dari http://books.google.co.id/books?id=mFhDVYWB7zIC&pg=PA22&dq=definisi+ideologi&hl=en&sa=X&ei=P5uLUfu8JcnlrAfv_4GwBQ&ved=0CCsQ6AEwAA#v=onepage&q=definisi%20ideologi&f=false

Wahyudi. A. (2004). Ideologi Pancasila: Doktrin yang Komprehensif atau Konseptual Politis?

Popular Posts